Kemaren abis ngomong ke papa,
“pa, besok aku bikin SIM ya?”
Papa bilang : “emang umurnya udah
berapa?”
Aku : “18 pa, mau 19”(dalam hati,
masa papa gak tau? Ngikk..ngikk.. eh, hiks..hiks..)
Papa : “iya, senin ya”.
Akhirnya besok pun gue berangkat dengan
abang sepupu gue. Pas ketemu abang, abang juga nanya? “umurnya berapa”?
Hufftt.. pertanyaan yang sama,
gue nyadar tingkat tinggi kalo di liat pake sedotan tampang gue tu masih imut,
(jiaaah)
jadi harus tanya-tanya umur segala, soalnya gue paling anti kalo
ditanya umur karena disetiap kelas yang gue hinggapi(gue kayak lalat aja) gue selalu yang paling kecil. (emang nasib jadi
anak kecil) tapi yakinlah urusan umur aku sudah memenuhi kategori. Hmm..
Pertama, buat dapet SIM kita
harus dapet sertifikat dulu. Gue gak tau diajak abang kekantor apa, gue juga lupa
and juga gak ada niat buat baca plang nama kantornya, yang jelas pas masuk..
yang pertama gue liat adalah kursi panjang buat tempat duduk ngantri, satu buah
meja pelayanan dan 3 buah kursi. Menurut gue, kantor ini sama kayak
kantor-kantor agen perjalanan gitu, cuma bedanya disekeliling ruangan ini dihiasi
aksesoris gambar rambu-rambu lalu lintas.
Abang gue duduk berhadapan dengan
kakak-kakak yang melayani tersebut, kita sebut saja kakak itu kakak pelayan (KP)
(wkwkw, jahad) dan gue pun duduk disebuah bangku disamping abang. Setelah
memperlihatkan KTP, tibalah seksi tanya jawab antara aku dan KP, yang dihadiri
saksi mata abang sepupu gue sendiri + abang-abang yang sepertinya juga mau dapet
sertifikat buat ngurus SIM.
KP : “Adek rambu-rambu udah
ngerti?”
Gue : (*pikiran masih ngelantur) “hehe”,
gue ketawa cengengesan. “insyaallah kak”.
Sepertinya gaya gue kurang
meyakinkan yang mengakibatkan kakak itu pun berdiri dan mengeluarkan jurus andalannya
untuk segera menguji nyali gue, apakah gue pantas buat dapet tu sertifikat.
Jurus andalannya dinamai jurus spidol melenggak-lenggok. Selintas, jurus itupun
keluar. Dengan spidol merahnya, ia pun melenggak-lenggokkan spidol tersebut di
atas poster bergambar rambu-rambu lalu lintas dan mengambil ancang-ancang untuk
segera memangsa gue idup-idup. Gue keringat dingin, darah mengucur dari idung
gue, dan gue menciut… (lebay)
KP : “yang ini, APA ARTINYA”? (sembari
menunjuk gambar rambu lalu lintas dan menatap tajam kearah tampang gue yang
imut) pertanyaan ini membahana disekeliling ruangan ini, menggema
berulang-ulang.. apa..apa..apa begitulah gema bunyinya. Seharusnya
nya..nya..nya..
Bodo amat, lupakan.
Gue : “ng.. ng..”
Oh, tidak! Ini adalah sebuah
pertarungan maha dahsyat yang mempertaruhkan harga diri gue. Gue harus
menyelamatkan nasib ribuan orang lainnya yang juga ingin membuat SIM(apa
hubungannya coba). Gue juga harus mengeluarkan jurus jitu gue yang sempat gue namai,
jurus seenak bacot. Gue gak boleh nyerah dihadapan abang gue. Ini soal harga diri. Doakan aku abang.. aku
akan berjuang.
Tapi eitss, tunggu dulu, tenang bang
jurus andalan gue ini dapat mengelabui sang lawan.. aku akan berhasil.. aku
akan menang.. hiahahaha…
*bersambung
Mau tau kisah selanjutnya? Siapakah
yang akan memenangkan pertarungan sengit ini? Apakah noe dengan jurus seenak
bacotnya atau sang-KP?
Kita tunggu di episode
selanjutnya.. wkwkw
Gak lah, gue bakal lanjutin kok..
karena gue adalah orang imut yang bertanggung jawab dalam mengerjakan semua
tugas, baik hati, suka menolong dan rajin menabung uang orang lain (yang ini
sedeng).
*Session 2
Hidup ini sungguh tak adil kawan.
Wew. Kenapa gue bilang kayak gitu, loe pada tau kan ‘main gambar’, sebuah
permainan diwaktu kecil yang kitanya saling tepok, tapi sambil nepok, di tangan
kita ada sebuah gambar kecil, atau kalo gak di tepok permainan ini bisa
dilakukan dengan berbagai cara. Kenapa gue bilang gak adil? Karena permainan
ini hanya dimainkan oleh sebagian besar anak laki-laki. Dibagian belakang
gambar itu terdapat symbol rambu-rambu lalu lintas yang jelas dulu gue gak paham,
sekarang pun masih tetap gak paham. Jadi sebenarnya rambu-rambu lalu lintas ini
sudah diperkenalkan sejak dini, jauh hari sewaktu kita masih kecil. Tapi sebagai
anak cewek yang baik-baik tidak seharusnya lah kita berkewajiban mengetahui
symbol-simbol tersebut karena kita jarang memainkan permainan ini. Tapi, karena
gue kreatip, gue sedikit banyaknya untung punya pengalaman bermain “gambar” ini,
berbekal dari pengalaman inilah gue meladeni pertanyaan itu satu persatu.
(mengandalkan ingatan masa lalu)
Kakak ini sungguh terlalu amat
cerewet, aku ditanyai dengan bejibun-jibun pertanyaan yang jelas tak ada
pilihan A, B,C, D nya seperti ujian UAN, atau petunjuk teknis seperti ujian
snmptn. Jawaban A, untuk (1) dan (3) benar, jawaban B, untuk (2) dan (4) benar
atau E tak ada yang benar. Atau setidaknya seperti di kuis who wants to be a
millionaire yang ada fifty-fiftynya atau phone a friend. Tak, tak ada tak ada..
huftt…
Untung pas gue ditanya-tanya,
diatas meja gak ada sedotan minuman atau tusuk gigi(emang rumah makan), coba kalo
ada, pasti udah gue ancem tu si KP pake jurus tusuk gigi, “awas, mundur gak loe,
jangan tanya-tanya gue, lu udah tau kan? ngapaen lu nanya-nanya gue.. mundur.. mundur..
kalo gak gue tusuk pake tusuk gigi…
gak kebayang pasti si KP keringetan
and ketakutan setengah idup sambil angkat tangan dan jerit-jerit, “ampun..
ampun..”
Akhirnya dengan menggunakan jurus
seenak bacot + pengalaman dan ingatan masa lalu + logika, aku pun memperoleh
sebuah sertifikat. Dengan peluh keringat aku berjuang demi sehelai kertas yang
mahal ini, yang bermerek SERTIFIKAT. Aku heran kenapa kertas-kertas di
Indonesia sangat mahal, pantas rakyatnya miskin. Aku juga lupa sertifikat apa,
yang jelas itu sertifikat. Ada tulisan
gede-gedenya di atas. Ada niat buat baca ini sertifikat apa, tapi aku udah
diatas motor waktu itu, jadi susah bacanya(soalnya lagi bawa motor) dan
kuurungkan niatku dan segera meluncur untuk tes kesehatan ke kantor polisi. Setiap
singgah dipersinggahan, mereka yang berseragam itu selalu meminta uang, uang untuk
coretan-coretan jelek, yang coretan anak TK lebih bagus dari pada tulisan dia.
Coba seandainya kalo gue yang
jadi pejabat, kayak kapolres giTu. Pasti gue bakal bikin peraturan baru yang
revolusioner. Peraturan mahadahsyat yang akan merubah kehidupan masyarakat. Peraturannya,
Siapa yang dengan niat tulus ikhlas, jujur dan suka menolong oranglain, M-A-U
bikin SIM, bakal dikasih uang untuk tiap “persinggahan”, horee.. pasti kantor
polisi pada rame nunggu jatah pembagian uang buat rakyat jelata alias rakyat
jelalatan-kalo-ngeliat-uang.
Ato, peraturan barunya berupa
masalah persyaratan, persyaratan yang dibutuhkan gak usah pake sertifikat dan
cek kesehatan segala, karena kalo dia gak sehat alias sakit gak mungkin dia
bisa datang ke kantor ini jauh-jauh dari rumah mending kalo sakit istirahat
dirumah, mending persyaratannya pake pengalaman aja, kayak melamar pekerjaan
giTu.
Persyaratan untuk mengurus SIM
ala gue:
1. Pria/wanita
yang berumur 17 tahun keatas. (yang banci gak boleh berarti)
2. Berbadan
sehat dan punya pemikiran sehat (gue??)
3. Punya
kendaraan (ya iyalah)
4. Mempunyai
pengalaman.
Gue yakin dengan persyaratan
seperti ini bakal rame yang bikin SIM di+ lagi yang bikin dikasih uang..
bujubuneng… senengnya…
Saking ramenya, dikantor polisi pasti
bakal terjadi ricuh.
Berikut ilustrasinya :
Bapak A : “gue duluan.. gue
duluan..” (sambil motong antrian)
Bapak B : “ngantri donk…”
Pak Pol : “apa itu ribut-ribut?”
Bapak A : saya duluan pak, saya
sudah melengkapi persyaratan dan punya lebih banyak pengalaman dari lainnya.
Pak Pol : “apa pengalaman anda?”
Bapak A : “pengalaman saya banyak
pak, saya udah sering kecelakaan, satu kali patah tangan, 3 kali gegar otak, 7
kali masuk empang, 3 kali nyundul mobil yang lagi parkir, dan kemarin hampir
nabrak ibu-ibu hamil yang mau nyebrang..
Pak Pol : “bagus.. bagus, anda
kaya dengan pengalaman, Bapak B tolong anda mundur dulu, kita persilahkan bapak
A duluan.
Bapak B : ?+/,,)#.,@87*/???
Setelah cek kesehatan, untung gak
ada cek cacingan, isi data diri, terus poto dikit sambil naik motor
gede(gaya-gayaan), trus nunggu. Akhirnya gue dipanggil ke ruangan kecil buat
entri data kayak entri data e-ktp gitu yang disono udah pada rame
penunggunya(kayak setan aja). Diruang itu, gue duduk. Pas pintunya ditutup gue
liat ternyata dibelakang pintu itu ada poster keren banget, sumpah, posternya
upin ipin. Gue mikir, ne pak pol tampangnya sangar-sangar ternyata dalemnya
teteeepp.. upin ipin, gue senyam- senyum sendiri. Terus gue dipoto lagi, dasar
nasib jadi artis banyak aja yang minta poto…
Pas udah selese gue mau keluar ruangan,
penyakit lupa gue ternyata kumat lagi, gue salah masuk ruangan, gue masuk ruang
tilang. Sialan!
Selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar